Dana Aspirasi untuk "Wakil" Rakyat atau Pork Barrelnya Indonesia

Dana Aspirasi untuk "Wakil" rakyat
© Unplash / Foto Dino Januarsa
Beberapa hari ini kita sering disuguhkan dengan pemberitaan media massa mengenai Dana Aspirasi sebesar 20 Miliar Rupiah per anggota oleh DPR-RI. Apalagi ini ? banyak masyarakat berpikir untuk apalagi anggota DPR memikirkan uang, apakah gaji mereka belum cukup ? tunjangan seperti apakah ini ? kita akan berbincang lebih jauh mengenai Dana Aspirasi ini.

Usulan Pertama Dana Aspirasi

Usulan Dana Aspirasi ini sebenarnya sudah pernah diusulkan oleh Anggota DPR pada tahun 2010 yang diajukan untuk APBN 2011, yang anggarannya tidak jauh berbeda yaitu 15 Milyar per anggota. Tetapi karena publik lantang menolak akan usulan ini dibarengi dengan tidak setujunya pemerintah yang kala itu dipimpin oleh SBY, sehingga usulan inipun mentah begitu saja. Berjalan 5 tahun setelah usulan pertama, anggota DPR kembali menghidupkan usulan ini. Entah apa maksud mereka, sekalipun sudah ditentang berbagai pihak, mereka tetap ngotot ingin menggolkan keinginan mereka. Usulan kali ini malah lebih besar daripada tahun 2010 yaitu sebesar 15 Miliar, maka di tahun 2015 per anggota mendapatkan 20 Milyar, perhitungan mereka adalah 20 Milyar jumlah maximal dan 15 Milyar jumlah minimal yang diberikan ke setiap anggota tergantung kebutuhan dapil masing-masing. Dana ini akan diambil dari APBN pada setiap tahunnya. Dengan jumlah anggota DPR 560 orang, maka besar anggaran yang akan dikucurkan untuk Dana Aspirasi, jika terhitung semua anggota DPR mendapat jumlah angka maximal 20 Milyar yaitu sebanyak 11,2 Triliun per tahun.

Cerdik dan Kreatif Memainkan Anggaran

Di mata publik kemampuan DPR mengakali anggaran dinilai sangat kreatif, banyak sekali ketidak wajaran dalam penganggaran khususnya bagi mereka sendiri. Dapat menjadi contoh betapa tidak relefannya penganggaran mereka adalah tahun 2012, pada saat itu BURT (Badan Urusan Rumah Tangga) DPR, mengalokasikan dana untuk renovasi toilet dengan jumlah yang tak tanggung-tanggung yaitu sebesar 2 Milyar. Padahal menurut penilaian beberapa anggota DPR yang menolak, sebenarnya semua toilet di Gedung DPR masih bagus dan layak sekali untuk dipakai, jikalau memang ada yang rusak maka dananya tidak sampai 2 Milyar, bukan Cuma itu saja di tahun yang sama BURT DPR juga menganggarkan renovasi ruang Badan Anggaran (Banggar) DPR sebesar 20,3 Milyar, angka yang sangat fantastis bukan, sehingga membuat banyak orang tidak percaya mendengar angka sefantastis itu, ahli properti pun merasa aneh dengan anggaran seperti itu. Dalam wawancarnya bersama Tempo ia berkata “proyek pembangunan ruang rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR berlebihan. pembangunan sebuah ruang rapat paling seharusnya tidak sampai 20,3 Miliar. Mengapa tidak ? angka 20,3 Miliar rupa-rupanya habis hanya untuk membeli dan menggunakan produk impor. Sontak semua ini membuat kaget masyarakat, di mana kala itu pemerintahan SBY menggembor-gemborkan untuk mencintai dan memakai buatan dalam negeri, tetapi mereka sendiri yang notabene adalah wakil rakyat malah membeli dan memakai produk impor, tentu saja sangat miris hingga akhirnya DPR terjebak dengan keinginan mereka sendiri dan ketua BURT DPR pun diganti untuk meredam kekesalan masyarakat atas ulah ketua BURT yang seenaknya saja membeli produk impor, dan yang paling terbaru setelah MPR, DPR, DPD RI kembali dilantik setelah Pemilu 2015, pada april lalu kembali dihebohkan dengan terungkapnya dana parfum sebesar 2,3 Milyar. Wakil Pimpinan DPR Fahri Hamzah dari F-PKS berkilah, kalau dia tidak tahu menahu terkait anggaran pengharum ruangan gedung DPR RI. Dalam wawancaranya bersama pers Repbulika,

“Wakil ketua DPR RI, Fahri Hamzah menegaskan, anggota DPR tidak ada kaitannya dengan belanja maintenance gedung DPR. Menurutnya, pimpinan dan anggota DPR tidak konsen pada persoalan itu karena bukan kuasa pengguna anggaran. "Itu murni biaya pemeliharaan yang domainnya ada di birokrasi DPR," kata Fahri di kompleks parlemen, Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, soal pemeliharaan jangan ditanyakan pada anggota DPR. Pasti anggota tidak akan paham dengan urusan rutinitas pemeliharaan itu. Yang patut ditanya, kata dia, adalah bagian kesekjenan. Bukan anggota DPR.”

Pernyataan politikus PKS Fahri Hamzah, sangat mengherankan dan terkesan ambigu, mengapa tidak ? mengapa DPR mampu mengawasi pemerintah dan berbicara lantang ketika ada persoalan mengenai anggaran, tetapi mengapa mengawasi diri mereka sendiri saja tidak bisa. Kemana saja para pemimpin DPR ini, jika mereka adalah pimpinan maka mereka harus bisa mengetahui tentang dana-dana yang mereka pakai, hanya parfum saja bisa mencapai 2,3 Milyar mereka tidak bisa menjawab karena bukan urusan mereka, cukup aneh bukan.

Sehingga tidak heran jika DPR RI dinobatkan menjadi lembaga paling korup yang di keluarkan oleh Indeks Transparency International Indonesia, dianggap kreatifitas anggota DPR dalam mendesain ladang uang mereka semakin canggih. Tetapi Wakil Pimpinan DPR RI Taufik Kurniawan dari F-PAN terus meyakinkan bahwa dana aspirasi adalah tepat, karena akan dibuat secara berhati-hati lengkap dengan petunjuk pelaksanaannya. Namun sejumlah kalangan meragukan akan pernyataan Wakil Pimpinan DPR RI Taufik Kurniawan, keraguan ini tentu saja sangat beralasan. Walau meskipun anggota DPR secara normative tidak memegang dana, tetapi dalam pelaksanaannya bisa saja anggota DPR bersangkutan memainkan dana melalui proyek-proyek di daerah yang ada sangkut pautnya dengan Dana Aspirasi itu.

Contoh Kasus Masuk Bui Terkait Penyuapan dari Pihak Perusaan

Jika kita belajar dari kasus penerimaan suap Anggota DPR-RI Wa Ode Nurhayati terkait alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID), dengan dugaan penerimaan suap sebesar 6,25 Miliar dari pengusaha untuk mengusahakan agar Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, Bener Meriah dan Kabupaten Minahasa sebagai daerah penerima alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) tahun anggaran 2011, Sehingga Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menetapkan ganjaran 6 tahun dan denda sebesar 500 Juta.

Begitu juga Anggota DPR-RI Angelina Sondakh dari F-Partai Demokrat yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dengan menerima pemberian berupa uang senilai total 2,5 miliar dan 1.200 dolar Amerika dari Grup Permai, atas kasus suap pembangunan wisma atlet dan gedung serbaguna sumatera selatan 2010-2011. Angelina Sondakh diperiksa sebagai tersangka dan dihukum penjara selama 4,5 tahun oleh Pengadilan Tipikor DKI Jakarta, Angie kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun hukuman Angie malah diperberat menjadi 12 tahun penjara dan menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti setara dengan 40 miliar.

Dari kasus suap ini, DPR tidak pernah menerima dana secara langsung tetapi menggunakan kuasa dan pengaruhnya untuk menentukan pemenang-pemenang proyek dan menerima feedback. Contoh lainya adalah Nazarudin bisa mengelola proyek di komisi 9 padahal Nazarudin bukanlah anggota yang berasal dari komisi 9 kemudian menerima feedback dari proyek-proyek tersebut. Dari banyak contoh ini kita sudah bisa melihat bagaimana mereka punya banyak cara untuk mengakali budget apalagi dengan nilai sefantastis sebesar 20 Milyar per anggota.

Menabrak Sistem dan Rancangan Yang Sudah Ada

Tanpa mereka sadari, menghidupkan usulan ini dapat menabrak sistem keuangan dan perencanaan pembangunan nasional, tetapi disamping itu kekhawatiran terbesar adalah ketika para anggota dewan menitipkan uang, karena ketika mereka menitipkan uang sebenarnya itu adalah politik, sehinggga bisa saja anggota DPR mengklaim bahwa proyek itu adalah milik mereka dan ujung-ujungnya proyek, proyek, dan proyek lagi, tenderpun dibuat untuk memilih perusahaan mana yang baik membangun proyek itu, belajar dari anggota dewan yang telah kita bahas seperti Wa Ode Nurhayati, Angelina Sondakh, dan Nazarudin sekali lagi mereka tidak memegang dana tetapi mereka dipenjara karena menerima suap dari para pengusaha, sehingga bisa saja kita menduga-duga bahwa Dana Aspirasi ini adalah politik uang terselubung. Mereka merencakan UP2DP Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan ini dimasukkan melalui program transfer daerah Dana Alokasi Khusus (DAK). Sehingga berpotensi menabrak UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, bahwa dana bantuan itu menjadi kewenangan pemerintah daerah. Jadi tidak bisa Dana Aspirasi itu dipaksakan dibahas, lebih baik di pemerintah pusat saja, Selain UU No. 23 Tahun 2014, usulan dana aspirasi ini juga berpotensi menabrak UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Tata Kelola Keuangan Negara.

Apa yang menjadi latar belakang mereka untuk usulan Dana Aspirasi ini ? salah satu latar belakangnya ketika mereka mereka datang ke wilayah dapil mereka, mereka ditagih oleh konstituen soal pembangunan daerah mereka tersebut, padahal tidak semua anggota yang berkaitan langsung dengan infrastruktur itu, sehingga mereka harus punya dana sendiri untuk bisa mengeksekusi sendiri. Bagi Wakil Pimpinan DPR RI Fahri Hamzah sewaktu diwawancari oleh pers. Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini berkata bahwa ini adalah terobosan dalam penganggaran. karena anggota bisa langsung menggunakan dana dan hak anggota DPR untuk mengatasi problem khususnya pembangunan di dapil masing-masing anggota.

Dasar UU dari Dana Aspirasi ini menurut DPR-RI adalah amanant UU No 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UUD MD3 dalam pasal 80 Huruf J

Mari kita menyimak apa yang dikatakan oleh pasal ini, dalam pasal 80 huruf J sendiri berbunyi anggota dewan berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan. Tetapi pasal itu tidak memberi wewenang secara spesifik untuk dana aspirasi sehingga tidak bisa serta merta dijadikan dasar. Jika mereka tetap memaksa diri untuk menggolkan keinginan mereka, maka dewan dengan sengaja menabrak UU keuanggan Negara serta merusak sistem keuangan dan perencanaan pembangunan.

MUSREMBANG adalah solusi

Pembahasan tentang pembangunan bisa dilakukan secara berjenjang karena sudah ada forum perencanaan (program) yang dilaksanakan oleh lembaga publik yaitu pemerintah desa, bekerja sama dengan warga dan para pemangku kepentingan lainnya atau biasa dikenal dengan MUSREMBANG Tingkat Desa sampai dengan MUSREMBANG Tinggkat Nasional, ini adalah proses yang bertingkat. padahal kalau dimulai dari Desa makanya semuanya bakal "Memandirikan Desa". Kalau alasan anggota DPR untuk menampung aspirasi-aspirasi tentang pembangunan infrastruktur dapil mereka. Kenapa harus ada anggaran 20 Milyar ? kenapa tidak dicamtukan pada MUSREMBANG itu sendiri. Selain itu jika mereka menggolkan dana aspirasi, maka mereka anggota dewan bukan saja menjalankan fungsi legislative, tetapi menjalankan fungsi eksekutif yaitu pemerintah atau semi eksekutif dan akan menabrak ketatanegaraan yang memisakan secara tegas antara peran eksekutif, legislative, dan yudikatif. 

Wakil Presiden Jusuf Kalla sendiri menolak usulan itu karena menurutnya selama ini pembentukan RA-PBN sejatinya dibentuk dari aspirasi yang datang dari masyarakat, jika digolkan maka bukan hanya DPR saja yang meminta Dana Aspirasi tetapi yang ditakutkan Gubernur, Walikota, Bupati pun akan ikut meminta dana aspirasi.

Benar perkataan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sebenarnya Dana Aspirasi ini patut dipertanyakan, karena pada dasarnya mayoritas masyarakat kontra dengan rencana mereka untuk membekali diri mereka sendiri sebanyak 20 Milyar. Perlu dicatat selama ini anggota dewan sudah dibekali dengan dana reses dengan jumlah yang cukup besar yaitu 2,7 Milyar per tahun, dana itu dialokasikan untuk menjaring Dana Aspirasi di dapil masing-masing dalam 5 kali reses pertahun.
Sejatinya pembangunan daerah bukan saja berorientasi pada uang, uang, dan uang saja, tetapi bagaimana DPR bisa bekerja dengan konkret. Karena selama ini aktifitas DPR dinilai belum konkret dan terkadang malah tidak jelas.

Kamis tanggal 18 Juni, DPR resmi membentuk PANJA atau Panitia Kerja untuk membahas tentang Dana Aspirasi. Beranggotakan 30 orang dari seluruh fraksi dan semua menyetujuinya. Menurut Lucius karus Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), ia melihat dana aspirasi sebagai upaya DPR berinvestasi dini di dapil untuk jangka panjang karir masing-masing anggota. Tetapi publik tidak setuju karena masyarakat sadar bahwa salah satu fungsi dari DPR adalah pengawasan dan bukan mengeksekusi.

Dana aspirasi bisa disebut sebagai intervensi penuh gairah, prinsip memaksakan kehendak, manuver yang ujung-ujungnya akan memprovokasi pemerintah jika menolak, tidak bisa dipungkiri partai pengusung Jokowi –Jusuf Kalla pada pemilu lalu pun ikut mendukung akan rencana ini, walau tidak terdengar lantang seperti partai yang berada pada Koalisi Merah Putih, tetapi mereka yang mendukung masih malu-malu untuk mendukung sepenuhnya. Banyak argument dan ngeles politik, ketika partai pengusung Jokowi – Jusuf Kalla ditanya mengapa mendukung rencana Dana Aspirasi ini. Partai pertama yang menolak adalah partai Hanura, dengan alasan yang sangat jelas yaitu dapat menabrak sistem keuangan dan perencanaan pembangunan nasional, kedua diikuti oleh Partai Nasdem, PDIP, walaupun PDIP awalnya mendukung dan tetap malu-malu untuk mengakuinya tetapi akhirnya setelah publik lantang menolak sang ketua umum Megawati menginstruksikan agar Dana Aspirasi ini ditolak, dari perubahan dukungan ini PDIP terlihat rancu, hal pertama yang sangat terlihat rancu adalah Presiden Jokowi dan Wakilnya Jusuf Kalla menolak rencana itu tetapi mengapa partai pengusung utama PDIP jelas mendukung. Hal yang sangat rancu bukan ? bukannya seharusnya PDIP sejak awal menolak rencana itu seperti Presiden yang diusungnya ? yang kedua yaitu ketika Partai Nasdem menolak untuk mendukung, ketua DPP PDI Perjuangan bidang Ekonomi, Hendrawan Supratikno mengkritisi aksi putar arah sejumlah fraksi di Parlemen yang menolak Dana Aspirasi itu. Anggota Komisi XI DPR itu menilai penolakan sejumlah fraksi atas dana aspirasi itu adalah aksi cari muka. Wow, cukup aneh bukan ? PDIP yang notabene partai pengusung utama presiden jelas-jelas bertolak belakang dengan Presiden Jokowi. Dan terakhir diikuti oleh Partai Demokrat yang bukan partai pengusung Jokowi-Jusuf Kalla, diinstruksikan langsung oleh SBY, yang dipublish melalui sosial media twitter. Jadi bagaimana dengan partai pengusung Jokowi – Jusuf Kalla yang masih sendiri untuk mendukung Dana Aspirasi yaitu PKB?

Alasan Paling Kuat, Mengenai Penolakan Dana Aspirasi

Salah satu alasan yang paling kuat mengapa Dana Aspirasi harus ditolak karena Dana Aspirasi tidak tepat jika dihitung perkepala 20 Milyar, misalnya anggota DPR dari Provinsi Maluku jumlah wakilnya hanya 4 orang sedangkan dari Pronvinsi DKI Jakarta ada 21 orang. Kalau perhitungan minimal saja Jakarta dapat 15 Milyar per anggota berarti 15 Milyar x 21 Anggota = 315 Milyar, angka yang luar biasa banyak bagi penduduk 10 Juta jiwa dengan presentase kemiskinan terenyah dari antara semua provinsi di Indonesia yaitu 4,12%. Jika dibandingkan dengan Provinsi Maluku dengan jumlah wakilnya sebanyak 4 orang, walaupun perhitungan memakai angka maximal 20 Milyar maka Provinsi Maluku hanya mendapat 80 Milyar saja, disertai dengan jumlah penduduk yang terpaut 8 Juta dari Provinsi DKI Jakarta tetapi angka kemiskinan di Provinsi Maluku jauh lebih banyak, dari jumlah keseluruhan penduduk Provinsi Maluku yaitu sebanyak 1,7 Juta dengan presentase kemiskinan 18,44%, tentu saja Provinsi Maluku lebih membutuhkan uang sebanyak 350 Milyar daripada Provinsi DKI Jakarta, jadi pada dasarnya tidak bisa didasarkan pada per anggota. Dana aspirasi tidak perlu karena sebenarnya tinggal melanjutkan ke RA-PBN saja, sehingga benar-benar salah kaprah jika Dana Aspirasi per anggota di golkan.

Hal Positif Jika Dana Aspirasi Di Anggarkan

Dilain pihak ada juga yang mendukung Dana Aspirasi ini, karena DPR mengatur dalam petunjuk penggunaannya, hal ini disampaikan oleh Pengamat ekonomi Didik J Rachbini menyebut dana aspirasi penting dianggarkan untuk kebutuhan anggota dewan menyerap aspirasi di daerah pemilihannya. Tapi penggunaan duit ini harus dipertanggung jawabkan. "

Apa yang disampaikan oleh Pengamat ekonomi ini sangat berasalan karena dengan mereka anggota DPR bisa turun langsung dan memberi uang kepada masyarakat maka itu bisa sangat membantu, tetapi masyarakat pada umumnya sudah susah untuk mempercayai DPR sebagai wakilnya.

Dana aspirasi dianggap bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada anggota DPR serta membangun wibawa wakil rakyat. Pembangunan infrastruktur di daerah juga diyakini semakin cepat dengan adanya dana aspirasi ini.

Berikut adalah 25 alasan Partai PKB mengapa mendukung Dana Aspirasi :
1. untuk mengisi kekosongan anggaran (backlock) bagi daerah yang tidak tersentuh program APBN.
2. Untuk memenuhi kebutuhan mendesak masyarakat yang tidak terakomodir dalam program                pemerintah
3. Untuk melengkapi program quick win pemerintahan Jokowi JK
4. Untuk meningkatkan prosentase transfer uang ke daerah
5. Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada Lembaga DPR, sebagai Lembaga penyalur      aspirasi masyarakat
6. Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada anggota DPR, sebagai wakil mereka yang        dipilih pada saat pemilu
7. Untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan anggaran, karena penyalurannya tetap melalui            mekanisme pemerintah
8. Untuk membangun kewibawaan DPR dimata rakyat
9. Untuk merealisasikan janji-janji politik selama pemilu
10. Untuk mengikis membesarnya floating mass, kontraproduktif terhadap konsolidasi demokrasi
11. Untuk mengurangi mafia anggaran di DPR
12. Pendidikan politik bagi bangsa
13. Membantu pemerintah untuk mempercepat penyerapan anggaran
14. Untuk memperkuat hubungan pusat dan daerah
15. Untuk mengurangi kekosongan perencanaan pada lokus dan focus tertentu
16. Untuk menunjang azas keadilan antar komisi di DPR, dengan cara mengurangi penumpukan            sektor pada komisi tertentu
17. Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada demokrasi
18. Untuk memberikan harapan baru bagi masyarakat
19. Untuk memberikan kontribusi terhadap penguatan struktur APBN,perubahan terhadap postur yang konvensional.
20. Untuk meningkatkan transparansi anggaran, karena dalam penyusunan programnya harus melibatkan masyarakat dan pemerintah daerah secara terbuka
21. Mendekatkan anggota legislatif dengan konstituennya
22. Untuk menggerakkan energi bangsa dalam isu pembangunan, bukan isu-isu politik yang melelahkan
23. Untuk meningkatkan gerakkan anti korupsi di kalangan legislatif karena P2DP diawasi BPK dan KPK
24. Untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi didaerah, dalam hal memperbesar intervensi dana pemerintah ke tengah masyarakat di daerah.
25. Untuk mempercepat pemenuhan infrastruktur dasar di pedesaan.

Walaupun dikecam oleh masyarakat pada Rabu tanggal 24 Juni DPR tetap mengetok palu, tanda mengesahkan untuk diajukan ke RA-PBN 2016 tetap mereka buat. ya walaupun akhirnya Presiden keesokan harinya tetap pada pendiriannya yaitu menolak Dana Aspirasi ini, jadi kita tunggu saja kedepannya apa yang akan dibuat oleh DPR atas penolakan rencana mereka ini.

Mirip Dengan Pork Barrelnya Amerika Dan Filipina

Namun ada yang aneh dengan Dana Aspirasi yang direncakan oleh DPR ini, karena ada sedikit kemiripan antara Dana Aspirasi DPR RI dengan Kongres AS atau biasa disebut dengan “Pork Barrel”. ketika para anggota dewan menitipkan uang, sebenarnya dapat dikatakan, ini adalah politik percontohan dari Amerika Serikat (AS). Tapi apa itu pork barrel? Mengapa ada daging babi menjadi konotasi ini ? mari kita membahas lebih jauh tentang Pork Barel ini. Menurut Wikipedia Free Encyclopedia Pork barrel adalah istilah yang pada mengacu belanja yang ditujukan untuk mendapatkan keuntungan konstituen dari politisi sebagai imbalan atas dukungan politik mereka, baik dalam bentuk sumbangan kampanye atau per orang. Istilah ini pada dasarnya mengandung konotasi negative, karena dipakai untuk mengejek praktek budgeting pemerintah federal Amerika Serikat untuk proyek-proyek di distrik anggota kongres (sama denga DPR) yang terpilih. Menurut sejarah Istilah “pork barrel” ini mengacu pada praktek tertentu di era sebelum perang saudara AS. Saat itu ada praktek memberikan budak kulit hitam se-barrel (gentong) “salt pork” (sejenis makanan dari daging babi mirip bacon) sebagai hadiah dan membiarkan mereka memperebutkan hadiah tersebut. Istilah ini dipakai karena budgeting pemerintah oleh anggota kongres untuk dapilnya mirip praktek tersebut. Konstituen di daerah seakan “budak yang dibeli” dan berebut dana anggaran tersebut. Dana pork barrel digunakan politisi kongres untuk “membayar balik” konstituennya dalam bentuk bantuan dana untuk proyek-proyek di daerah pemilihannya. Membayar balik dalam pengertian membalas dukungan politik yang didapatkannya sebelum ia terpilih, baik dukungan dalam bentuk suara pemilih ataupun kontribusi dalam kampanye politiknya. Pork barrel adalah praktek yang lazim dalam politik AS namun dikecam layaknya di Indonesia. Anggaran Federal (pemerintahan pusat) berasal dari uang pembayar pajak yang taat pajak namun juga memiliki tuntutan tinggi terhadap penggunaan uang pajak. Mereka tidak terima apabila uang pembayar pajak diboroskan untuk proyek-proyek yang tidak bermanfaat. Salah satu dugaan proyek pork barel yang paling terkenal adalah Big Dig di Boston , Massachusetts . The Big Dig adalah proyek bertajuk Arteri atau Terowongan Tengah (kemudian dikenal sebagai Big Dig) inibertujuan mengurai kekusutan lalu lintas di jalan-jalan pusat kota Chicago. Proyek inimeliputi jembatan, terowongan, jalan layang dan mengubah arteri I-93 menujuterowongan sejauh 3,5 mil. bagian dari interstate highway sistem bawah tanah. Itu berakhir biaya US $ 14,6 miliar , atau lebih US $ 4 miliar per mil. Namun, kebijakan Pork Barrel ini tengah ditinjau ulang oleh presiden Barack Obama karena dinilai sebagai sumber korupsi. Sebagai contoh, jalan antarnegara bagian berjuluk Big Dig di Boston, massachusets, AS. Pembangunan jalan bebas hambatan sepanjang lima kilometer tersebut menghabiskan hingga 14,6 Miliar Dolar Amerka atau sekitar 14 Triliun. Angka yang cukup fantastis untuk ukuran jalan biasa di AS, contoh lain adalah pembangunan adalah jembatan Gravina Island Bridge di Alaska. Pembangunan jembatan yang diperjuangkan senator dari Partai Repbulik Ted Steven ini menelan biaya hingga 298 Juta dollar As atau sekitar 290 miliar, padahal jembatan Cuma berfungsi mengubungkan sebuah pulai yang berpenghuni 50 irang dengan sebuah Bandar Udara International Ketchikan. Dua proyek megastruktur tersebut jelas hasil kebijakan Pork Barrel. Dari catatan sejarah, dana itu berasal dari dana federal untuk dibagi-bagikan kepada seluruh anggota kongres. Para anggota kongres kemudia menggunakan dana tersebut hanya untuk mengamankan posisi pada pemilu berikutnya. Bahkan, dana itu pun menjadi sumber korupsi dan kolusi. Sehingga Pork barrel mulai mengakar di dunia perpolitikan AS sehingga walaupun dikecam tetap jalan. Saking mengakarnya praktek ini, dan yang terjadi anggota kongres AS akhirnya dinilai berdasarkan kemampuan mencairkan dana pork barrel untuk konstituennya. Yang berhasil mendapatkan dana besar dari Federal akan mendapatkan kemungkinan tertinggi untuk dipilih kembali pada pemilu berikutnya. Jadi pork barrel digunakan untuk melanggengkan status quo anggota kongres, sarana politik untuk mengamankan posisinya untuk pemilu berikutnya. Selain dikecam akibat pemborosan dan anggaran yang tidak tepat sasaran, pork barrel budget juga dikritik karena sering terjadi korupsi dan kolusi dalam praktek pencairan dana. Anggota kongres disinyalir menerima “kickback” (uang persenan) dari proyek-proyek yang berhasil digolkannya. Ada juga yang mendapatkan komisi dari pemerintahan daerah atau calo pemerintahan daerah. Karena liarnya anggaran ini, perwakilan dari daerah akan berebut sebagaimana budak-budak kulit hitam berebut hadiah salt pork. Dan karena begitu besar kuasa anggota Congress untuk menentukan alokasi dana, masing-masing perwakilan daerah akan menawarkan komisi yang tinggi demi suksesnya pencairan dana untuk kepentingan mereka. Apabila pork barrel budget diterapkan di sini dengan nama Dana Aspirasi DPR, hal itu berarti kita telah mencontoh politik modern AS. Sayangnya yang dicontoh adalah bagian yang jeleknya, praktek korupsi kolusi yang dilegalkan lewat kerjasama politik. Sebuah ironi di kala politisi kita sibuk mengkritik praktek neoliberalisme dalam kebijakan perekonomian AS. Di daerah Asia Tenggara sendiri, sudah ada Negara Filipina yang sudah menerapkan Dana Aspirasi bagi para wakil rakyat itu.