Kisah-Kisah Kemanusiaan di Sekitar Kita

Tema Utama    :           Kisah-Kisah Kemanusiaan di Sekitar Kita
Subtema          :           Toleransi dan intoleransi dalam kehidupan sehari-hari

Indonesia memiliki sebuah semboyan yang telah sejak lama mempersatukan bangsa ini, bahkan semboyan ini berbeda dari negara lainnya. Semboyan ini memiliki arti dan makna bahwa kita bangsa Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya “Berbeda-Beda Tetapi Tetap Satu” yang diambil dari Kitab Sutasoma. Tokoh – tokoh pendiri bangsa ini telah sangat baik merumuskan seperti apa seharusnya semboyan dari negara yang majemuk ini, melihat Indonesia memiliki 1.340 suku, 6 Agama, dan 4 golongan ras. Dengan kondisi seperti ini membuat indonesia menjadi sebuah negara yang rawan konflik.

Sudah banyak masyarakat berkumpul dan mendirikan suatu organisasi. Hingga saat ini sudah ada  ada ratusan organisasi keagamaan yang ada di indonesia, bahkan didasari dengan simbolisme dan nama Tuhan. Namun perilaku dan sifat yang mereka tunjukkan tidaklah bermoral, tidak mendasar dan tidak seperti sifat Tuhan itu sendiri. Orang –orang  intoleran semacam ini telah membuat sebuah goresan sejarah buruk dimana semboyan kita sangat menghargai keberagaman, tetapi seakan tidak ada nilainya lagi pada mereka yang suka berteriak mengatas namakan Tuhan. Keadaan seperti ini membuat terasa semakin lama semakin terseok karena runtuhnya rasa saling menghargai, sehingga terciptalah kekerasan dan ketidakadilan dari Aceh sampai Papua, bahkan sangat disayangkan hal itu terjadi karena kesalahan berpikir mengenai agama.

Mereka yang intoleran lupa kalau negara ini didirikan oleh banyak tokoh yang asal usul suku dan agamanya pun berbeda, mulai dari Laksamana Muda TNI (Purn) John Lie keturunan Tionghoa dan I Gusti Ngurah Rai dari Bali adalah beberapa pahlawan yang berbeda agama,  mereka adalah pahlawan yang ketika berperang tidak bertanya kamu agamanya apa dan dari suku mana. Kita harus mengakui kalau sikap intoleran di negara ini semakin banyak diantara masyarakat kita. Beberapa bulan lalu kita disuguhi oleh aliran dengan nama Gafatar yaitu singkatan dari Gerakan Fajar Nusantara di kawasan Monton Panjang, Dusun Pangsuma, Desa Antibar, Mempawah Timur, Kabupaten Mempawah, Kalimanatan Barat. Aliran ini mengakui kalau mereka adalah agama Islam, tetapi dalam ibadah mereka sehari-hari tidak seperti ibadah agama Islam pada umumnya. Ketika kabar ini muncul sampai ke penjuru Indonesia, orang-orang disekitar dusun mendatangi dan menghakimi mereka dengan seenaknya, seharusnya kekerasan seperti itu tidaklah harus terjadi karena bukan otot dan teriakan yang mengatur negara ini tetapi hukum.

Banyak yang tidak setuju bahka marah terhadap keberadaan Gafatar, disebabkan ajaran mereka yang sangat bertentangan pada tata cara ibadah agama Islam pada umumnya, tetapi tidak seharusnya orang-orang yang bertentangan pada pengikut aliran Gafatar melakukan kekerasan terhadap mereka (pengikut Gafatar). Karena melakukan kekerasan dalam bentuk apapun itu adalah salah.

kita bukan seorang pembela Tuhan apalagi hakim pada pengadilan Tuhan. Tetapi kita tidaklah harus  sekejam itu, perkampungan mereka dibakar dan mungkin jika Polisi tidak bertindak cepat bisa saja ratusan pengikut Gafatar ini dihakimi sewenang-wewenang oleh masyarakat yang bertentangan dengan mereka. Terjadinya hal seperti ini, bisa memperlihatkan bahwa betapa murahnya jiwa seseorang di mata orang – orang beringas tersebut yang telah buta akal sehat dan hati nuraninya karena dogma.

Pada zaman ini akan ada banyak orang bermunculan dan tersesat karena mulai mewabahnya sikap intoleran. Mengapa seperti mewabah ? karena sikap ini hampir menyerupai sebuah penyakit menular, dimana orang yang yang awalanya toleran bisa saja terjangkiti dari orang-orang yang intoleran ini, kita tidak bisa pungkiri bahwa kebanyakan orang yang memiliki sikap intoleran biasanya memiliki jiwa yang militan dalam memberikan pendapatnya kepada masyarakat umum, dan jelas ini sangat mengkhawatirkan.

Banyak orang lupa jati diri kebenaran nuraninya sendiri. Kita harus mengingat bahwa sebenarnya hidup memiliki pedoman yaitu hati nurani. Hati nurani membawa kita pada saling menghormati apapun dan siapapun anda. 

Indonesia adalah Negara demokrasi semua orang boleh bebas berpendapat dan mengekpresikan gagasan-gagasan yang ingin ia sampaikan, tetapi negara demokrasi ini masih sangat sulit untuk mengontrol pendapat dan gagasan mengenai kekerasan dan sikap intoleran, bahkan sudah banyak orang memberi pendapat dan gagasan bahwa melakukan kekerasan atau membunuh adalah hal yang diperbolehkan.

Tuhan Maha Besar, Ia Maha Suci, Maha Agung dan Maha Mulia. Sangat tidak mungkin kita yang hanya manusia biasa, bisa mengenal dan menjelaskan mengenai Tuhan itu sendiri, sedangkan pikiran manusia adanya serba terbatas.

Tuhan diibaratkan adalah sebuah langit, sedangkan konsep atau cara pandang kita sebagai manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengibaratkan-Nya sebagai sebuah jendela yang kita gunakan untuk memandang langit. Inilah poinnya, Tuhan sebagai langit dan manusia sebagai Jendela. Dari ibarat ini kita bisa menyimpulkan bagaimana setiap manusia memiliki caranya sendiri untuk memandang Tuhan, karena setiap kita memiliki bentuk bingkai jendela yang berbeda-beda. Meskipun demikian, langit tetaplah satu dan sama, tidak peduli dari sudut manapun ia dipandang. Tetapi berbeda kepada Mereka yang masih terperangkap oleh bingkai jendela mereka sendiri, yang tidak mungkin bisa memandang langit secara seksama, sehingga seringkali mereka masih suka bertengkar mengenai bagaimana bentuk langit yang sebenarnya. Tetapi bagi mereka yang telah keluar dari jendela dan terbang melampaui jendela, dia akan bisa melihat bahwa ternyata langit adalah satu dan sama. Langit itu menaungi semua rumah dan jendela. Kini dia tidak bisa dibohongi lagi. Jadi kita seharusnya harus berhenti berdebat mengenai jendela karena telah kita ketahui bahwa ternyata langit adalah satu dan sama.
Memaksakan kehendak kepada orang lain adalah tindakan yang keliru dan melanggar hukum sosial. “Jangan paksakan bajumu dipakai oleh orang lain karena belum tentu pas ia memakainya” tidak ada gunanya memaksakan keimanan sebelum ia sadar, walaupun seiman. Memberitahu adalah solusi terbaik. karena biasanya orang yang teriakannya paling keras dan paling kencang mempersoalkan mengenai Tuhan biasanya justru adalah mereka yang paling tidak paham dan paling jauh dengan Tuhan, sedangkan orang yang paling paham dan paling dekat dengan Tuhan biasanya justru akan lebih banyak diam, hening, ramah, humoris dan terasa lebih damai. Di negara kita banyak kekerasan terjadi sebenarnya bukan karena intoleran saja, tetapi penyebabnya bisa bermacam-macam seperti olah raga, pilkada, atau tawuran antar pelajar dengan sebab yang tidak jelas. Tetapi alangkah sangat konyol jika kekerasan terjadi karena atas nama agama, padahal agama sendiri lebih mengajarkan kepada sikap damai daripada sikap yang mempertontonkan keegoisan dan kemarahan manusia.

Beberapa kutipan yang sangat menyejukkan hati ketika seorang presenter dari Metro TV mewawancarai Dalai Lama, Ia pernah berkata : 
 “ Yang terpenting adalah prinsip moral. Manakala politik dijalankan oleh orang-orang yang tidak tertarik dengan prinsip moral maka politik menjadi kotor. Manakala ekonomi dijalankan oleh orang-orang yang tak tertarik dengan prinsip moral maka ekonomi menjadi kotor, dan manakala agama dijalankan oleh orang-orang yang tidak tertarik dengan prinsip moral maka agama menjadi kotor. Tanpa prinsip moral maka segalanya akan menjadi kotor. Dengan demikian prinsip moral adalah hal yang sangat penting. “ 

Dalam kesempatan lain Dalai Lama juga pernah berkata :
“ Agama yang terbaik adalah agama yang bisa membuatmu menjadi manusia yang lebih baik, lebih welas asih dan lebih bijaksana.”

Prinsip moral adalah ajaran terpenting dalam agama. Agama seharusnya menjadikan manusia lebih baik, tidak pemarah apalagi pendendam. Kita harus mengingat bahwa Tuhan akan selalu ada dalam setiap diri masing-masing manusia dan bahkan ia selalu ada pada seluruh alam semesta yang Ia ciptakan. Moral yang diciptakan oleh agama adalah semata-mata menghilangkan kesedihan dan kesusahan. Pintu moral itu berasal dari hati nurani orang itu sendiri. Pada saat seseorang tidak mendengarkan hati nuraninya maka disitulah dirinya akan tersesat, bahkan dapat menghancurkan karakter dirinya sendiri. “ #LombaEsaiKemanusiaan